Rabu, 27 Oktober 2010

Makalah OSNPTI 2010 (Biodiesel dari minyak jelantah)

ditulis oleh: Ikhsan W Nuhgraha

BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Indonesia dikenal dunia memiliki sumber daya alam (SDA) yang melimpah, terutama minyak bumi dan gas alam. Hal ini yang menjadikan Indonesia memanfaatkan sumber daya alam tersebut dalam jumlah yang besar untuk kesejahteraan masyarakatnya. Indonesia termasuk negara penyumbang minyak terbesar di dunia oleh karena itu hal ini dikhawatirkan berdampak kepada sumber daya alam tersebut, dimana kita ketahui SDA minyak bumi dan gas alam adalah sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui dan lama-kelamaan akan habis di gali. Kemungkinan Indonesia kehilangan SDA tersebut sangat besar, sehingga menyebabkan kelangkaan bahan bakar yang sekarang ini saja sudah terasa dampaknya, dengan kelangkaan minyak tanah, dan harga minyak dunia yang semakin tinggi.
Permasalahan di atas menjadikan kita harus berpikir bagaimana caranya untuk mengganti SDA tersebut dengan sumber daya energi yang murah dan tepat guna? Sebagai jawaban dari permasalahan tersebut adalah bioenergi. Bioenergi sendiri merupakan sumber daya alternatif yang dapat digunakan berulang-ulang, untuk mengganti sumber daya fosil yang banyak digunakan di Indonesia saat ini.
Oleh karena itu pemerintah Indonesia mencari solusi bagaimana mensosialisasikan usaha bioenergi yang dapat dimanfaatkan masyarakat luas kepada para wirausahaan, dan dapat membuka lapangan pekerjaan, bagi kesejahteraan hidup?, dan dapat menemukan bioenergi alternatif
Bioenergi ini sangat cocok diterapkan kepada masyarakat pedesaan yang umumnya masih menggunakan BBM fosil sebagai bahan bakar “pengepul dapur” mereka, dengan dilakukannya pengadaan bioenergi di pedasaan diharapkan dapat mengurangi penggunaan BBM fosil yang sekarang mulai langka, dan harganya yang terus melonjak.


1.2 Tujuan
 Menemukan bentuk bioenergi yang tepat, sebagai pengganti bahan bakar minyak, dan ramah lingkungan.
 Menemukan bioenergi yang dapat dikelola oleh masyarakat tingkat dasar (ground level), khususnya pedesaan.
1.3 Rumusan Masalah
 Memecahakan masalah pemerintah dalam mencari energi alternatif pengganti bahan bakar fosil yang ramah lingkungan, yang dapat dikelola kalangan masyarakat tingkat dasar (ground level), agar dapat terlepas dari ketergantungan bahan bakar fosil yang lama-kelamaan akan habis.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


Pemanasan global (global warming) telah menjadi masalah yang sangat mengancam bagi kehidupan manusia di muka bumi yang salah satunya disebabkan emisi gas efek rumah kaca akibat pemakaian bahan bakar fosil seperti minyak bumi, batu bara dan gas alam yang juga merupakan sumber daya yang terbatas. Oleh karena itu, telah menyebabkan tuntutan ke pencarian sumber energi yang lebih ramah lingkungan dan bersifat dapat diperbaharui (renewable energy).
Menurut Departemen energi dan sumber daya mineral menyebutkan bahwa cadangan minyak bumi Indonesia hanya cukup untuk 18 tahun ke depan, sementara cadangan gas bumi masih mencukupi untuk 61 tahun ke depan, sedangkan cadangan batubara habis dalam jangka waktu 147 tahun lagi. Beranjak dari asumsi di atas banyak kalangan yang memastikan bahwa Indonesia akan mengalami krisis energi apabila tidak ditemukannya sumber energi alternatif.
Apabila kita lihat, kebutuhan BBM dari tahun ke tahun semakin meningkat, sementara cadangan minyak kita semakin menipis. Menurut Hikman Manaf (Staf ahli Mentri ESDM) cadangan minyak bumi Indonesia saat ini diperkirakan sekitar 9 miliar barel dengan tingkat produksi mencapai 500 juta barel per tahun. Jika tidak ditemukan cadangan baru, maka minyak bumi akan habis 18 tahun lagi (Atmojo, 2005).
Krisis energi ini akan berdampak buruk bagi kelangsungan hidup rakyat Indonesia, yang kita ketahui bahwa warga Indonesia bergantung hidup dengan menggunakan sumber daya alam tersebut, terutama di daerah pedesaan, selain harga minyak tanah yang terus meningkat, yang membuat para warga desa yang membutuhkannya akan mengalami kesulitan untuk mendapatkan minyak, karena kemampuan daya beli mereka yang termasuk dalam ekonomi kelas bawah.
Untuk mengatasi masalah BBM dengan semakin menipisnya cadangan minyak nasional tersebut, perlu dilakukan langlah-langkah upaya-upaya diversifikasi energi. Khususnya, upaya untuk memproduksikan jenis energi terbarukan (renewable) yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, seperti bioetanol dan biodiesel. Jenis energi ini diketahui sangat ramah lingkungan dan sekaligus akan dapat menciptakan lapangan kerja di pedesaan dalam jumlah yang besar karena bahan bakunya dapat berasal dari singkong, tebu, jagung, kelapa, biji jarak, kelapa sawit, bunga matahari, dan sebagainya. Kedua jenis bioenergi ini tepat dikembangkan karena disamping mampu menggerakan sektor agribisnis, juga mampu mempekerjakan petani di pedesaan (Atmojo, 2005).
Selain dari bahan bakar minyak yang mulai langka, warga pedesaan memiliki alternatif lain sebagai pengganti bahan bakar rumah tangga mereka adalah kayu bakar yang notabenenya diambil dari hutan yang ada di sekitar mereka, walaupun kayu bakar yang mereka ambil banyak yang berasal dari pohon-pohon yang telah mati tapi tidak jarang mereka juga mengambil dari pohon-pohon yang masih dalam kategori pohon yang mampu berproduksi. Hal ini lama-kelamaan dapat menyebabkan terjadinya degradasi vegetasi jenis tertentu dalam hutan, dan jika mereka mengambil kayu dari pohon-pohon yang telah mati, itu juga menyebabkan hilangnya tempat tinggal bagi beberapa jenis serangga yang memanfaatkan pohon mati sebagai sarangnya dan ini dapat mengganggu populasi beberapa serangga untuk bertahan hidup di alam bebas.
Sumber energi alternatif yang sangat menguntungkan bagi kita adalah sumber energi yang dapat diperbaharui (renewable energy) yang bukan berasal dari fosil, karena dapat digunakan secara berulang-ulang dan dapat di produksi dalam skala rumah tangga maupun industri, jadi dapat membantu kalangan masyarakat tingkat dasar (ground level), dalam mensejahterakan kehidupan mereka.

Pemanfaatan Bioenergi
Bioenergi adalah bahan bakar alternatif terbarukan yang prosfektif untuk dikembangkan, tidak hanya karena harga minyak bumi dunia yang semakin melonjak naik seperti sekarang ini, tetapi juga karena terbatasnya produksi minyak bumi Indonesia. Terlebih lagi dengan kondisi perenergian Indonesia saat ini, sehingga pengembangan bioenergi semakin mendesak untuk segera dilaksanakan. Ketersediaan energi fosil yang diramalkan tidak akan berlangsung lama lagi memerlukan solusi yang tepat, yakni dengan mencari sumber energi alternatif. Sekarang ini tersedia beberapa jenis energi pengganti minyak bumi yang ditawarkan, antara lain tenaga baterai (fuel cells), panas bumi (geo-thermal), tenaga laut (ocean power), tenaga matahari (solar power), tenaga angin (wind power), batu bara, nuklir, gas, fusi, dan biofuel. Diantara jenis-jenis energi alteranatif tersebut, bioenergi dirasa cocok untuk mengatasi masalah energi karena beberapa kelebihannya (Hambali, 2007).
Kelebihan bioenergi, selain bisa diperbaharui, adalah bersifat ramah lingkungan, dapat terurai, mampu mengeliminasi efek rumah kaca, dan kontinuitas bahan bakunya terjamin. Bioenergi dapat diperoleh dengan cara yang cukup sederhana, yaitu melalui budidaya tanaman penghasil biofuel dan memelihara ternak (Hambali, 2007).
Salah satu energi yang dapat diperbaharui (renewable energy) adalah penggunaan kembali minyak jelantah sebagai bahan biodiesel, yang dapat mendampingi solar, bahkan dapat mengganti solar sebagai bahan bakar mesin diesel yang banyak digunakan dalam proses kehidupan sehari-hari dan industri, maka dapat mengurangi penggunaan bahan bakar fosil dan hasil pembakaran dari biodiesel lebih baik dibandingkan hasil pembakaran dari solar, sehingga lebih ramah lingkungan.

Biodiesel
Biodiesel adalah bioenergi atau bahan bakar nabati yang dibuat dari minyak nabati, baik minyak baru maupun bekas penggorengan dan melalui proses transesterifikasi, esterifikasi, atau proses esterifikasi-transesterifikasi. Biodiesel sebagi bahan bakar alternatif pengganti BBM untuk motor diesel. Biodiesel dapat diaplikasikan baik dalam bentuk 100% (B100) atau campuran dengan minyak solar pada tingkat konsentrasi tertentu (BXX), seperti 10% biodiesel dicampur dengan 90% solar yang dikenal dengan nama B10 (Hambali, 2007).



Minyak Jelantah Sebagai Biodiesel
Minyak jelantah adalah minyak limbah yang bisa berasal dari jenis-jenis minyak goreng seperti halnya minyak jagung, minyak sayur, minyak samin dan sebagainya, minyak ini merupakan minyak bekas pemakaian kebutuhan rumah tangga umumnya, dapat di gunakan kembali untuk keperluaran kuliner akan tetapi bila ditinjau dari komposisi kimianya, minyak jelantah mengandung senyawa-senyawa yang bersifat karsinogenik, yang terjadi selama proses penggorengan. Jadi jelas bahwa pemakaian minyak jelantah yang berkelanjutan dapat merusak kesehatan manusia, menimbulkan penyakit kanker, dan akibat selanjutnya dapat mengurangi kecerdasan generasi berikutnya. Untuk itu perlu penanganan yang tepat agar limbah minyak jelantah ini dapat bermanfaat dan tidak menimbulkan kerugian dari aspek kesehatan manusia dan lingkungan, kegunaan lain dari minyak jelantah adalah bahan bakar biodiesel (Anonim, 2010).
Minyak jelantah juga dapat digunakan kembali sebagai minyak goreng yang bersih tanpa kotoran, dengan cara minyak jelantah tersebut direndam bersama dengan ampas tebu, maka nantinya warna coklat dan kotoran pada minyak jelantah akan terserap oleh ampas tebu tersebut, sehingga minyak jelantah tersebut akan kembali bersih dan dapat dipakai kembali (Ridhotulloh, 2008).

Analisis Laboratorium Sifat - sifat Biodiesel dari
Minyak Jelantah
Sifat fisik Unit Hasil ASTM Standar (Solar)
Flash point C 170 Min.100
Viskositas (40C) cSt. 4,9 1,9-6,5
Bilangan setana - 57 Min.40
Cloud point C 3,3 -
Sulfur content % m/m << 0.01 0.05 max
Calorific value kJ/kg 38.542 45.343
Density (15°C) Kg/l 0,93 0,84
Gliserin bebas Wt.% 0,00 Maks.0,02
Sumber: www.migasindonesia.com
Bahan bakar yang berbentuk cair ini bersifat menyerupai solar, sehingga sangat prosfektif untuk dikembangakan. Apalagi biodiesel memiliki kelebihan lain dibanding dengan solar, yakni:
 Bahan bakar ramah lingkungan karena menghasilkan emisi yang jauh lebih baik (free sulphur, smoke number rendah) sesuai dengan isu-isu global.
 Cetane number lebih tinggi (>57) sehingga efisiensi pembakaran lebih baik dibandingkan dengan minyak kasar.
 Memiliki sifat pelumasan terhadap piston mesin dan dapat terurai (biodegradable).
 Merupakan renewable energy karena terbuat dari bahan alam yang dapat diperbaharui.
 Meningkatkan independensi suplai bahan bakar karena dapat diproduksi secara lokal (Hambali, 2007).
Saat membandingkan biodiesel dengan solar, hal yang perlu diperhatikan juga adalah pada tingkat emisi bahan bakar. Biodiesel menghasilkan tingkat emisi hidrokarbon yang lebih kecil, sekitar 30% dibanding dengan solar, Emisi CO juga lebih rendah, -sekitar 18%-, emisi particulate molecul lebih rendah 17%, sedang untuk emisi NOx lebih tinggi sekitar 10%, sehingga secara keseluruhan, tingkat emisi biodiesel lebih rendah dibandingkan dengan solar, sehingga lebih ramah lingkungan (Firdaus, 2010).
Berdasarkan uji laboratorium, campuran efektif biodiesel 5-30% per liter solar selain berkarakter pelumas sehingga aman untuk mesin, sistem pembakaran pun menjadi lebih sempurna. Untuk mengurangi polusi secara signifikan, penggunaan biodiesel bisa dicampur solar dengan rasio 5-10%. Biodiesel dari jelantah tidak mengandung belerang (sulfur) dan benzene yang bersifat karsinogen, serta dapat diuraikan secara alami (Ridhotulloh, 2008).
Minyak jelantah ini sangat mudah di temukan, misalnya di pedagang kaki lima, sisa penggunaan dapur rumah tangga, dan dari restoran, serta harga beli dari minyak jelantah ini cukup murah dalam jumlah yang besar, per liternya dijual sekitar Rp. 1700- Rp. 2000, ada juga beberapa restoran yang memberikan minyak jelantahnya secara gratis, atau dapat juga di beli dari para pemgumpul minyak jelantah yang ada, dan harga jual biodiesel jelantah ke Pertamina Rp 7000/liter (Wawicaksono, 2007).

Skema transesterifikasi biodiesel

+

Adapun secara teknis tahapan dan langkah-langkah produksi (resep) pembuatan biodiesel minyak jelantah adalah sebagai berikut :
Langkah-langkah yang harus dilakukan :
1. Bahan pelarut (metoxida) dibuat dengan mencampurkan 900 ml methanol dan 21 gram NaOH hingga larut selama 15 menit
2. Campurkan metoxida ke dalam ember berisi 3 liter minyak jelantah dan aduk memakai sendok plastik selama 30 menit atau campuran sudah rata.
3. Biarkan 4-12 jam sampai terjadi pengendapan
4. Pengendapan ditandai dengan dua lapisan berbeda warna dengan lapisan gelap berada di bawah yang disebut crude gliserin, sedangkan lapisan atas berwarna bening, crude BD
5. Pisahkan crude biodiesel dari crude gliserin lalu masukkan ke ember untuk dicuci dengan cara mencampurkan air bersih sebanyak dua liter.
6. Pompakan udara melalui pompa udara akuarium dan biarkan beberapa saat sehingga muncul warna putih susu
7. Pisahkan crude biodiesel yang berwarna kuning dengan air warna putih melalui selang
8. Biodiesel yang telah bening dimasukkan ke panci lalu panaskan hingga 100 derajat beberapa menit agar air dan sisa methanol menguap.
9. Biodiesel yang telah dipanaskan dan didinginkan dapat langsung dipergunakan untuk mobil maupun mesin diesel industri.

Biodiesel minyak jelantah ini telah digunakan di bogor oleh angkutan umum trans pakuan, biodiesel minyak jelantah ini hasil dari uji coba yang dilakukan oleh Dr. Erliza Hambali beserta rekannya dalam organisasi Surfactant & Bioenergy Research Center (SRBC), dan masih kurang sosialiasai kepada masyarakat luas tentang ini, jadi perlu peran pihak ketiga sebagai sarana untuk mensosialisaikan biodiesel ini, agar pemakaian BBM fosil dapat diatasi, dan menjaga ketersedian SDA di Indonesia.


BAB III
PEMBAHASAN HASIL STUDI


Dalam kasus ini ancaman Indonesia kehilangan SDA terutama BBM fosil sangat besar, mengingat terus meningkatnya kebutuhan BBM dari tahun ketahun, dan semakin menipisnya cadangan minyak bumi di Indonesia, maka perlu diadakannya pengalihan sumber energi kepada sumber energi yang dapat diperbaharui (renewable energy), salah satunya dengan menggunakan biodiesel.
Dari penelusuran literatur yang telah dilakukan didapatkan bahwa bioenergi yang baik dijadikan sebagai energi yang dapat diperbaharui (renewable energi) adalah minyak jelantah, mengapa minyak jelantah?. Alasan kami memilih minyak jelantah sebagai sumber bioenergi yang dapat diperbaharui karena minyak jelantah merupakan bahan bakar alternatif yang murah meriah dan ramah lingkungan, minyak jelantah disini akan kami jadikan biodiesel sebagai pengganti solar, karena kita ketahui bahwa solar adalah salah satu produk dari hasil pengolahan bahan bakar fosil, oleh karena itu minyak jelantah dapat dijadikan alternatif penggantinya, minyak jelantah itu sendiri berasal dari minyak goreng yang berasal dari tumbuhan, sehingga dapat diperbaharui dengan cara melakukan reboisasi terhadap tumbuhan tersebut dengan demikian akan terjaga kelestariaanya.
Energi alternatif yang bersal dari minyak jelantah ini, cocok sekali digunakan sebagai pengganti bahan bakar minyak, dan murah harganya, sehingga bisa membantu masyarakat pedesaan yang mengalami kesulitan ekonomi dalam mendapatkan bahan bakar minyak.
Minyak jelantah (biodiesel) ini jika dibandingkan dengan solar memiliki perbedaan antara lain:
1. Biodiesel memiliki bilangan kualitas pembakaran yang lebih tinggi daripada solar yang ada di pasaran.
2. Biodiesel adalah bahan bakar beroksigen. Karenanya, penggunaannya akan mengurangi emisi CO dan jelaga hitam pada gas buang atau lebih ramah lingkungan.
3. Titik kilat tinggi, yakni temperatur tertinggi yang dapat menyebabkan uap biodiesel dapat menyala. Sehingga, biodiesel lebih aman dari bahaya kebakaran.
4. Tidak mengandung belerang dan benzena yang mempunyai sifat karsinogen, serta dapat diuraikan secara alami. Sehingga ramah lingkungan.
5. Dilihat dari segi pelumasan mesin, biodiesel lebih baik daripada solar sehingga pemakaian biodiesel dapat memperpanjang umur pakai mesin.
6. Dapat dengan mudah dicampur dengan solar biasa dalam berbagai komposisi dan tidak memerlukan modifikasi mesin apapun.
Karena mudah dan murahnya biaya proses pembuatan biodiesel ini, maka dapat dilakukan sosialisasi pembuatan biodiesel kepada semua kalangan masyarakat tanpa terkecuali, sehingga dapat menciptakan sumber daya baru, dan dapat pula dilakukan oleh kalangan wirausahawan sebagai salah satu proyek mereka, yang memiliki prospek yang cerah kedepannya untuk menghadapi krisis global, terutama krisis bahan bakar yang sedang melanda dunia dan dapat juga menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat tingkat dasar.
Faktor-faktor yang mempengaruhi usaha pengolahan biodiesel ini berjalan baik adalah sebagai berikut:
1. Tersedianya minyak jelantah yang begitu melimpah dari sisa hasil rumah tangga, dan tempat makan.
2. Murahnya harga beli minyak jelantah, dari para penadah, sehingga memungkinkan untuk kalangan bawah (ground level) untuk menjalankan usaha ini.
3. Mudah didapatnya bahan-bahan pendukung pengolahan, dan hanya memerlukan peralatan yang sederhana.
4. Harga jual yang menguntungkan, sehingga dapat meningkatkan hasil produksi, dan pendapatan pengelola.
5. Dalam skala besar dapat meningkatkan devisa negara, jika dijual kepasaran internasional.
6. Hasil olahan dan hasil pembakaran dari biodiesel ini ramah lingkungan, sehingga mengurangi dampak pemanasan global (global warming).
Program pengolahan biodiesel minyak jelantah ini diharapkan mendapatkan perhatian lebih serius dari pemerintah, agar usaha ini juga dapat membantu meringankan beban negara untuk mengatasi permasalahn krisis minyak di dunia, sebagai salah satu bioenergi yang dapat diperbaharu diharapkan adanya kerjasama dari perusahaan energi yang ada di Indonesia, misalkan PT. Pertamina yang notabenenya adalah sebagai perusahaan energi terbesar di Indonesia. Diharapkan dengan adanya kerjasama dari pihak yang terkait dapat menciptakan suatu peluang bisnis yang saling menguntungkan, baik untuk negara maupun kesejahteraan rakyat Indonesia, dan menghasilkan produk BBM yang ramah lingkungan, dan murah harganya.
Peluang bisnis biodiesel ini juga sangat prosfektif digalakan di Indonesia terutama pada masyarakat kalangan bawah (ground level), jadi dapat mengurangi angka pengangguran, dan jika mereka dapat mengelola dengan baik maka kemungkinan mereka untuk mendapatakan pengahsilan dari hasil produksi biodiesel ini dapat mensejahterakan hidup mereka, dan bagi Indonesia sendiri adalah menurunnya angka kemiskinan.


BAB IV
PENUTUP


4.1 Kesimpulan
Dari hasil penelusuran beberapa literatur dan pembahasan yang kami lakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa:
 Bioenergi yang baik sebagai pengganti bahan bakar minyak (BBM) fosil, adalah minyak jelantah yang dapat dijadikan biodiesel sebagai pengganti solar dalam kehidupan sehari-hari maupun industri dan biodiesel minyak jelantah ini juga ramah lingkungan karena hasil emisi yang dikeluarkan jauh lebih rendah daripada solar.
 Dengan pengembangan usaha pembuatan biodiesel minyak jelantah ini akan memunculkan wirausahawan yang berkompeten di dalam pelestarian lingkungan hidup dan membuka lapangan pekerjaan, sehingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia dan juga dapat mengurangi limbah cair dari minyak jelantah karena didaur ulang menjadi bahan yang berguna bagi kelangsungan hidup.
 Usaha pengolahan biodiesel ini mudah dan murah sehingga semua kalangan masyarakat dapat menekuninya, mulai dari kalangan bawah (ground level) hingga menengah keatas.

4.2 Saran
Dalam sosisalisasi pengolahan minyak jelantah menjadi biodiesel, ada baiknya ada pilot biodiesel yang dapat memantau perkembangan usaha yang dilakuakan di daerah yang telah disosialisasi tentang sumber daya ini.

DAFTAR PUSTAKA


Anonim. 2010. Minyak Jelantah. www. id.wikipedia.org. Diakses tanggal 5 Oktober 2010: Samarinda.

Atmojo, S. W. 2005. Bioenergi, BBM Alternatif Ramah Lingkungan. Artikel Solo Pos

Firdaus, I.U. 2010. Usulan Teknis Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Jelantah. PT. Nawapanca Engineering: Bandung.

Hambali, E, dkk. 2005. Teknologi Bioenergi. Agro Media: Jakarta.

Kelompok Ilmiah Pelajar. 2009. Cara Membuat Biodiesel Dari Minyak Jelantah. Bandung.

Ridhotulloh, D. M. 2008. Jangan Buang Minyak Jelantah. www.inilah.com. Diakses tanggal 5 Oktober 2010: Samarinda.

Wawicaksono. 2007. Bahan Bakar Minyak Jelantah, Kabar Gembira Buat Lingkungan Hidup. www.beritahabitat.net. Diakses tanggal 5 Oktober 2010: Samarinda.